Khair adalah Allah.
Ghair adalah selain Allah.
- Abdul Viral
- Abdul Ghair
- Abdullah
Tidak sepatutnya seseorang diberi Alkitab, hukum, dan kenabian oleh Allah, kemudian berkata kepada manusia: “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah.”
Akan tetapi hendaknya ia berkata:
- Jangan menyembah viral,
- Jangan menyembah selain Allah (ghair),
- Jadilah hamba Allah (Abdullah).
Jika seseorang terkenal dan Allah membukakan jalan untuk menyebarkan kebaikan, maka itu adalah ujian besar.
Ia harus berjuang agar cahaya kebaikan tetap murni dari Allah SWT, tidak bercampur dengan kuman riya’ atau bakteri sum‘ah.
Ia bukan lagi sekadar Abdullah, tetapi Abdullah yang dipaksa meniti jalan tipis di atas jurang kebanggaan.
Allah berfirman dalam Al-Kahfi ayat 1:
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab suci Al-Qur’an kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikan padanya sedikit pun kebengkokan.”
Jika seseorang disembunyikan Allah SWT, tidak dikenal (wali mastur), maka itu pun anugerah.
Ia selamat dari fitnah pandangan manusia, selamat dari riuh tepuk tangan, dan selamat dari perangkap “aku lebih baik”.
Namun keselamatan ini hanya berlaku bila ia tidak menoleh dengan congkak kepada orang-orang yang dikenal, seakan berkata, “Lihatlah aku yang lebih tulus.”
Jika itu terjadi, ia jatuh ke dalam perangkap kesombongan dalam diam.
Jangan merendahkan siapa pun hanya karena materi atau uang.
Allah berfirman tentang Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya ketika hamba Allah itu berdiri menyembah-Nya (shalat), para jin berdesakan mengerumuninya.”
Siapa pun yang menjadi Abdul Ghair pasti selalu memiliki masalah.
Karena itu, janganlah menjadi Abdul Ghair, tetapi jadilah Abdullah.
Jadilah hamba Allah, jangan menjadi hamba selain-Nya.
(Abdul = sesuatu yang kita sembah atau yang mengendalikan hati kita.
Sering tersinggung = Abdul Tersinggung.)
Ilmu tertinggi adalah diam.
Ilmu terberat adalah pengamalan.
Sejarah para nabi menjadi saksi.
Dari 124.000 nabi, hanya 25 yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
Sebagian terkenal karena amanah sejarah, sebagian lain dibiarkan tersembunyi dalam cahaya Allah SWT.
Yang 25 tidak lebih mulia hanya karena dikenal, dan ribuan lainnya tidak kurang mulia hanya karena tersembunyi.
Keduanya adalah Abdullah—tunduk kepada Allah.
Rasulullah SAW bersabda:
“Janganlah kalian berlebihan memuji diriku sebagaimana orang Nasrani berlebihan memuji Isa putra Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya. Maka katakanlah: Hamba Allah dan Rasul-Nya.”
(HR. Bukhari no. 3445)
Jika Anda ingin, saya bisa membuat versi ringkas, versi untuk ceramah, atau versi dengan bahasa yang lebih sastra.
Intinya, seorang hamba harus menjadi Abdullah—hamba Allah yang murni—bukan Abdul Ghair yang tunduk kepada selain-Nya, baik itu popularitas, materi, ego, maupun pujian manusia. Ketenaran adalah ujian besar yang menuntut keikhlasan, sedangkan ketertutupan adalah anugerah yang menyelamatkan dari fitnah, dan keduanya tidak menentukan kemuliaan seseorang di sisi Allah. Yang menentukan hanyalah ketundukan hati, kebersihan niat dari riya’ dan sum‘ah, serta kemampuan menjaga diri dari kesombongan halus. Seperti para nabi yang dikenal maupun yang tersembunyi, kemuliaan mereka bukan karena nama, tetapi karena penghambaan. Maka puncak perjalanan seorang hamba adalah memurnikan tauhid, merendahkan diri, mengamalkan ilmu, dan terus menjaga hati agar tetap menjadi hamba Allah semata.